JAKARTA, Investigasi News - Sejak Joko Widodo menjabat
Gubernur DKI Jakarta, saya belum mendengar aksi gebrakannya dalam menertibkan
pedagang kaki lima. Memang, beliau sempat berkunjung ke pasar-pasar atau
pemukiman-pemukiman kumuh dan lain-lain, konon, untuk melihat permasalahan dan
mencarikan solusinya. Namun, aksi nyata Gubernur Jokowi belum kelihatan,
termasuk dalam urusan menertibkan pedagang kaki lima. Lihat saja, kiprah
pedagang kaki lima yang memanfaatkan badan jalanan dan trotoar tetap menjadi
pemandangan keseharian di Ibukota.
Bagaimanapun
penertiban pedagang kaki lima mendesak perlu dilakukan untuk menjadikan kawasan
Ibu Kota Jakarta aman, tenteram dan nyaman. Selain mengganggu keindahan, kiprah
pedagang kaki lima berimbas memacetkan lalu lintas.
Kalau
dihitung-hitung secara ekonomis, penertiban pedagang kaki lima jelas akan
menguntungkan warga masyarakat luas. Di satu pihak, sekelompok pedagang kaki
lima mungkin mengklaim merasa dirugikan, karena tak bisa berdagang atau dan tak
bisa memperoleh keuntungan. Namun di lain pihak, akibat kemacetan lalu lintas,
banyak di antara warga masyarakat luas merugi dengan nilai yang jauh lebih
besar. Kerugian itu bisa dilihat dari segi material, khususnya bagi para
pengguna mobil (baik angkutan umum maupun pribadi) manakala bahan bakar menjadi
lebih boros. Kemudian dari segi waktu, banyak warga yang seharusnya sudah
sampai ke tujuan, gara-gara macet menjadi terlambat. Belum lagi, akibat
kemacetan lalulintas berkepanjangan banyak warga masyarakat menjadi stress dan
'sakit jiwa'.
Mana yang harus
dipilih, menguntungkan sekelompok kecil pedagang kaki lima namun dengan risiko
merugikan banyak orang; atau mengutamakan kenyamanan dan keuntungan banyak
orang dengan terpaksa meminta pedagang kaki lima berdagang di tempat yang layak
sesuai peruntukkannya? Saya kira, pilihan yang terakhir tetap lebih
menguntungkan semua pihak.
Oleh sebab itu,
penertiban pedagang kaki lima di Ibukota Jakarta harus didukung. Ini penting
agar upaya Pemprov DKI untuk menjadikan kota metropolitan bersih, aman, dan
nyaman benar-benar bisa diwujudkan. Maraknya urbanisasi dari desa ke Jakarta,
boleh jadi karena Pemprov DKI tidak tegas menegakkan aturan. Termasuk
membiarkan pendatang membuka usaha di sembarang tempat, tanpa menghiraukan
kerugian pihak lain. Kalau dengan menggelar dagangan sekenanya di pinggir jalan
pun jadi, mengapa tidak mengadu nasib ke Jakarta saja? Tak ada urusan dengan
kerugian pihak lain, yang penting, mereka merasa punya status baru menjadi
pedagang kaki lima di Ibu Kota. (red)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar